Pasal 64 KUHP – Pemberatan Hukuman dalam Penipuan Berulang
Pasal ini memberikan ketentuan tentang pemberatan hukuman bagi pelaku penipuan yang melakukannya berulang kali atau dalam skala yang lebih besar. Isi Pasal 64 KUHP:
“Apabila perbuatan penipuan dilakukan oleh pelaku yang telah berulang kali melakukannya atau dengan cara yang lebih terorganisir, maka pidana yang dijatuhkan dapat lebih berat dari ketentuan yang ada.”
Penjelasan: Pasal ini memberikan kemungkinan pemberatan hukuman bagi pelaku penipuan yang terbukti melakukan tindak pidana penipuan secara berulang atau dalam bentuk yang lebih terstruktur, seperti penipuan dengan modus tertentu yang lebih rumit.
Pasal Judi Online dan Unsur Pidana Judi Slot
Pasal 27 Ayat 2 Juncto Pasal 45 Ayat 2 UU ITE menjadi pasal khusus yang mengatur tentang kegiatan perjudian online.
Pasal tersebut memberikan ancaman bagi pihak yang dengan sengaja mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya judi online dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain UU ITE, Pasal 303 bis KUHP juga memberikan ancaman bagi para pelaku judi dengan pidana maksimal 4 tahun dan/atau denda pidana maksimal Rp10 juta.
Kemudian dalam Pasal 303 KUHP juga memberikan ancaman dengan hukuman pidana maksimal 10 tahun atau denda paling banyak Rp25 juta.
Lebih dari itu, pelaku yang dengan sengaja melanggar Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2000 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terancam bisa didenda hingga Rp1 miliar.
Kontributor: Imanudin AbdurohmanPenulis: Imanudin AbdurohmanEditor: Dipna Videlia Putsanra
Pancasila adalah dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Pancasila merupakan hasil perumusan dan penyempurnaan dari nilai-nilai luhur yang hidup dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Pancasila mengandung lima sila yang saling berkaitan dan menyatu, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara berarti merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Pancasila juga merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia, yang dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD NRI 1945, yang meliputi suasana kebatinan UUD NRI 1945, yang pada akhirnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD NRI 1945. Dengan demikian, pasal-pasal UUD NRI 1945 harus selaras dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Penjabaran Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Sila ketiga Pancasila adalah Persatuan Indonesia, yang berarti kesadaran dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia yang memiliki berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat, agama, dan kebudayaan. Sila ini juga mengandung makna persatuan dan kesatuan wilayah negara Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau dan daerah. Sila ini juga menuntut adanya sikap cinta tanah air, menjaga keutuhan NKRI, serta menghargai keragaman dan kekayaan bangsa.
Pasal-pasal UUD NRI 1945 yang berkaitan dengan sila ketiga Pancasila antara lain adalah:
Pasal 378 KUHP – Penipuan Umum
Pasal 378 KUHP adalah pasal utama yang mengatur tentang tindak pidana penipuan dalam hukum pidana Indonesia. Pasal ini mengatur mengenai tindakan yang dilakukan dengan cara menipu seseorang untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah. Isi Pasal 378 KUHP:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, atau dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, atau memberikan hutang, yang dapat mendatangkan kerugian, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Penjelasan: Pasal ini mengatur tentang penipuan dengan menggunakan modus operandi seperti menyamar menggunakan identitas palsu, memberikan informasi yang salah, atau melakukan tindakan yang membujuk korban untuk menyerahkan harta benda atau memberikan pinjaman. Hukuman bagi pelaku penipuan ini adalah penjara maksimal 4 tahun.
Pasal-Pasal Yang Mengatur tentang Kewajiban Warga Negara Dalam UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) mengatur berbagai kewajiban warga negara yang perlu dipatuhi untuk menjaga stabilitas dan kelangsungan negara. Kewajiban ini mencakup berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks UUD 1945, kewajiban warga negara diatur dalam beberapa pasal yang tidak hanya menggambarkan hak-hak warga negara, tetapi juga tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh setiap individu demi tercapainya tujuan negara yang adil dan makmur. Berikut adalah beberapa pasal yang mengatur kewajiban warga negara dalam UUD 1945:
Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Pasal ini mengandung makna bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum yang berlaku tanpa diskriminasi.
Isi Pasal 27 Ayat (1):
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Dengan demikian, kewajiban warga negara dalam hal ini adalah untuk taat pada hukum yang berlaku, baik itu hukum nasional, peraturan pemerintah, maupun hukum internasional yang diadopsi oleh Indonesia.
Pasal ini mengatur kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Kewajiban ini berhubungan dengan keikutsertaan warga negara dalam mempertahankan kemerdekaan negara dari ancaman yang dapat merusak integritas dan kedaulatan bangsa.
Isi Pasal 27 Ayat (2):
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
Pasal ini menunjukkan bahwa warga negara tidak hanya berhak menikmati kemerdekaan, tetapi juga memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Pasal ini menyebutkan tentang kewajiban warga negara untuk mengikuti dinas militer dan ikut serta dalam usaha pertahanan negara. Kewajiban ini berlaku untuk semua warga negara tanpa terkecuali, dengan pengecualian bagi mereka yang memiliki alasan sah, seperti alasan kesehatan atau agama.
Isi Pasal 30 Ayat (1):
“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Kewajiban ini menggarisbawahi pentingnya partisipasi warga negara dalam menjaga dan mempertahankan keamanan negara, baik melalui dinas militer maupun dalam berbagai bentuk partisipasi lainnya yang mendukung pertahanan negara.
Pasal ini mengatur kewajiban warga negara dalam hal perekonomian, di mana sumber daya alam dan perekonomian negara harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kewajiban ini berkaitan dengan prinsip bahwa setiap individu wajib berperan serta dalam pembangunan ekonomi yang berkeadilan.
Isi Pasal 33 Ayat (3):
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Meskipun tidak secara eksplisit berbicara tentang kewajiban warga negara, pasal ini mengimplikasikan bahwa setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif dalam memanfaatkan sumber daya alam demi kepentingan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok semata.
Penjabaran Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber segala kebenaran dan keadilan. Sila ini juga mengandung makna toleransi dan kerukunan antar umat beragama, serta kewajiban menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Pasal-pasal UUD NRI 1945 yang berkaitan dengan sila pertama Pancasila antara lain adalah:
Penjabaran Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat Pancasila adalah Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yang berarti pemerintahan negara Indonesia dilaksanakan oleh rakyat melalui perwakilan-perwakilannya yang dipilih secara demokratis. Sila ini juga mengandung makna penghargaan terhadap hak-hak politik rakyat, seperti hak memilih dan dipilih dalam pemilu. Sila ini juga menuntut adanya sikap saling menghormati dan menghargai pendapat antara pemerintah dan rakyat, serta antara sesama anggota masyarakat.
Pasal-pasal UUD NRI 1945 yang berkaitan dengan sila keempat Pancasila antara lain adalah:
Sila kelima Pancasila adalah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang berarti pemerataan hak dan kewajiban, serta kesempatan dan kemampuan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminasi. Sila ini juga mengandung makna perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat, seperti hak atas kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan hidup yang baik. Sila ini juga menuntut adanya sikap saling menghargai dan menghormati antara sesama anggota masyarakat, serta menjaga keharmonisan dan keseimbangan antara individu, masyarakat, dan negara.
Pasal-pasal UUD NRI 1945 yang berkaitan dengan sila kelima Pancasila antara lain adalah:
Demikianlah penjelasan tentang penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD NRI 1945. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan pasal-pasal UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara. Pasal-pasal UUD NRI 1945 merupakan perwujudan dari nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma hukum yang mengatur tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, setiap warga negara Indonesia wajib menjunjung tinggi Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai landasan ideologis dan konstitusional negara.
Pasal 386 KUHP – Penipuan dalam Transaksi Perdagangan
Pasal 386 KUHP mengatur tentang penipuan yang terjadi dalam konteks transaksi perdagangan, seperti penjualan barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau penipuan terkait kualitas barang. Isi Pasal 386 KUHP:
“Barang siapa dalam transaksi perdagangan, dengan sengaja mengelabui pihak lain untuk membeli atau menerima barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Penjelasan: Pasal ini memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan penipuan dalam perdagangan, seperti menjual barang palsu, barang dengan kualitas yang lebih rendah dari yang dijanjikan, atau menggunakan informasi yang menyesatkan.
Bunyi Pasal 244 dan Pasal 245 KUHP
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya, mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah.[1] Sedangkan uang adalah alat pembayaran yang sah.[2]
Kemudian, benar bahwa Pasal 244 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku mengatur tentang tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas. Berikut adalah bunyi Pasal 244 KUHP:
Barang siapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Dari bunyi pasal di atas, sebagaimana mengutip pendapat P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Efrita Amalia Assa (et.al) dalam jurnal Tindak Pidana Pemalsuan Uang oleh Korporasi menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menjelaskan bahwa setidaknya terdapat beberapa unsur Pasal 244 KUHP, yaitu (hal. 17):
Namun, rumusan Pasal 244 KUHP tidak mensyaratkan unsur-unsur dengan sengaja. Walau demikian, pelaku memiliki maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seolah-olah mata uang, uang kertas negara atau uang kertas bank itu asli dan tidak dipalsukan. Sehingga, kiranya sudah jelas bahwa tindak pidana yang dimaksudkan dalam Pasal 244 KUHP itu merupakan tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja, sehingga hakim pun harus dapat membuktikan terpenuhinya unsur kesengajaan tersebut oleh pelaku.[3] Dalam arti lain, tindak pidana dalam Pasal 244 KUHP merupakan tindak pidana yang mensyaratkan kesengajaan (opzet), yang tampak pada frasa “dengan maksud”.[4]
Selanjutnya, Pasal 244 dan Pasal 245 KUHP merupakan titik sentral atau inti pengaturan dan pembahasan tentang pemalsuan dan peredaran uang sebagai tindak pidana yang berkaitan dengan otoritas negara dan Bank Indonesia di bidang mata uang atau uang kertas maupun mata uang Rupiah.[5]
Berikut adalah bunyi Pasal 245 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barang siapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Adapun unsur Pasal 245 KUHP adalah sebagai berikut:[6]
Ketentuan selengkapnya mengenai tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, dapat Anda temukan dalam Pasal 244 s.d. Pasal 252 KUHP.
Baca juga: Cara Lapor Uang Palsu dan Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah
Pasal 28 A sampai 28 J
Pasal-pasal dalam Bab X A UUD 1945 mengatur hak asasi manusia yang juga mencakup kewajiban untuk menghormati hak-hak orang lain. Meskipun pasal-pasal ini lebih banyak mengatur tentang hak-hak warga negara, setiap hak yang dimiliki oleh individu juga dibarengi dengan kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain. Kewajiban ini termasuk dalam hal kebebasan berpendapat, beragama, dan hak atas pekerjaan yang layak.
Misalnya, dalam Pasal 28 J Ayat (1) diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dan wajib memenuhi kewajiban sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Isi Pasal 28 J Ayat (1):
“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak asasi manusia lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Dengan demikian, kewajiban warga negara adalah untuk tidak hanya memperjuangkan hak mereka sendiri, tetapi juga menghormati hak orang lain, demi terciptanya keharmonisan dalam masyarakat.
Pasal ini mengatur kewajiban negara untuk melindungi fakir miskin dan anak-anak yang terlantar. Negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan sosial kepada mereka yang membutuhkan, yang pada gilirannya merupakan tanggung jawab bersama antara negara dan warga negara.
Isi Pasal 34 Ayat (1):
“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.”
Kewajiban warga negara dalam hal ini adalah turut mendukung kebijakan negara dalam menyediakan kesejahteraan sosial bagi mereka yang kurang mampu. Ini bisa berupa kontribusi langsung maupun melalui kegiatan sosial yang mendukung program-program kesejahteraan negara.
Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.